Mr.Dus.
Pariwisata Boy.
WANES-LISE
Pariwisata Boy.
WANES-LISE
Mbata atau Pemukulan Tambur dan Gong di kampung Wolomboro dan wae soke Desa Bamo kec.Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur.Flores.NTT.
Kehidupan orang-orang dikampung ini sangat sederahana dan masih berpegang teguh pada Adat. Sehingga selalu mengadakan pesta Adat setiap tahunnya. Ritual terbesar yang diadakan di kampung wolomboro yaitu acara peringatan kematian Nenek Moyang, dimana seluruh Masyarakat dari kampung; Pandoa, Bamo, Mbero, Sere, Watu nggong, Nanga Rawa, Wolobaga, wae Soke, Wae Kutung dan Wokopau, semua berkumpul dalam satu rumah adat dan masing-masing suku atau kilo /Clan membawah hewan kurban, Tuak/ Arak dan beras.
Pada acara ini mengorbankan hewan yang banyak, dan pada malam hari diadakan "Mbata"Acara pemukulan Tambur dan gong dengan menyanyikan lagu-lagu Traditional sepanjang malam, dengan tujuan memohon restu kepada semua makhluk penjaga tanah agar acara pemotongan hewan dan memberi makanan kepada nenek moyangnya dapat berjalan mulus tanpa ada halangan atau percecokan antar suku.
Semua orang tua atau para toko adat duduk selengka ( Lonto leok dalam bahasa setempat) Maksudnya duduk membentuk lingkaran di atas tikar ( Te'e/ loce = dalam bhs daerah setempat) dan para toko adat masing-masing memegang satu gendang dan yang lainnya memegang Gong.
Sebelum di adakan Pemukulan gendang atau mbata ini, di adakan Pa'u Manuk yaitu pemotongan ayam jantan yang diawali dengan komat-kamit mulut dalam bahasa daerah setempat agar semua sepakat duduk sampai Ayam berkokok dalam arti sampai pertanda pagipun tiba.
Menurut kepercayaan dari kampung ini, pada saat Tambur dan Gong dibunyikan pada malam hari, semua arwah orang yang telah meninggal mendengar, datang dan hadir pada malam itu. Sehingga pada saat pemukulan Tambur memiliki dua irama; Mbata dan Tete ndere.
Mbata irama pukulannya pelan dengan menggunakan telapak tangan di iringi dengan nyanyian yang lambat didalam bahasa daerah oleh wanita dan pria. Lagu-lagu adat/ daerah ini kalau kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia kedengarannya sangat lucu karena susunan kalimatnya tidak beraturan, Singkatnya banyak menceritakan kegiatan-kegiatan dari nenek moyang mereka di sejak dulu kala.
Sedangkan Tetendere irama pukulannya cepat sebagai tanda kebahagiaan tanpa nyanyian dengan menggunakan stick atau kayu khusus yg dibuatnya untuk memukul tambur yaitu pada waktu malam menjelang pagi sebagai penutup dari Mbata. Selesai melakukan tetendere ini tidak boleh lagi melakukan pemukulan mbata, jika ada yg melakukannya harus diadakan pemtongan Ayam jantan atas kekhilafannya tadi. Kadang-kadang bisa mendatangkan malapetaka yang sangat besar bagi keluarganya ini menurut kepercayaan mereka dan hal ini benar-benar terjadi di lingkungan adat tersebut.
Di Kampung ini Tambur dibuat dari Kulit Kambing atau kulit Sapi yang sudah kering. Proses atau cara membuatnya membutuhkan waktu yg cukup lama, bisa 4-5 tahun menuggu kulit sapi atau kambing ini benar-benar kering sehingga menghasilkan tambur /gendang dengan suara yang nyaring di dengar.
Kehidupan orang-orang dikampung ini sangat sederahana dan masih berpegang teguh pada Adat. Sehingga selalu mengadakan pesta Adat setiap tahunnya. Ritual terbesar yang diadakan di kampung wolomboro yaitu acara peringatan kematian Nenek Moyang, dimana seluruh Masyarakat dari kampung; Pandoa, Bamo, Mbero, Sere, Watu nggong, Nanga Rawa, Wolobaga, wae Soke, Wae Kutung dan Wokopau, semua berkumpul dalam satu rumah adat dan masing-masing suku atau kilo /Clan membawah hewan kurban, Tuak/ Arak dan beras.
Pada acara ini mengorbankan hewan yang banyak, dan pada malam hari diadakan "Mbata"Acara pemukulan Tambur dan gong dengan menyanyikan lagu-lagu Traditional sepanjang malam, dengan tujuan memohon restu kepada semua makhluk penjaga tanah agar acara pemotongan hewan dan memberi makanan kepada nenek moyangnya dapat berjalan mulus tanpa ada halangan atau percecokan antar suku.
Semua orang tua atau para toko adat duduk selengka ( Lonto leok dalam bahasa setempat) Maksudnya duduk membentuk lingkaran di atas tikar ( Te'e/ loce = dalam bhs daerah setempat) dan para toko adat masing-masing memegang satu gendang dan yang lainnya memegang Gong.
Sebelum di adakan Pemukulan gendang atau mbata ini, di adakan Pa'u Manuk yaitu pemotongan ayam jantan yang diawali dengan komat-kamit mulut dalam bahasa daerah setempat agar semua sepakat duduk sampai Ayam berkokok dalam arti sampai pertanda pagipun tiba.
Menurut kepercayaan dari kampung ini, pada saat Tambur dan Gong dibunyikan pada malam hari, semua arwah orang yang telah meninggal mendengar, datang dan hadir pada malam itu. Sehingga pada saat pemukulan Tambur memiliki dua irama; Mbata dan Tete ndere.
Mbata irama pukulannya pelan dengan menggunakan telapak tangan di iringi dengan nyanyian yang lambat didalam bahasa daerah oleh wanita dan pria. Lagu-lagu adat/ daerah ini kalau kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia kedengarannya sangat lucu karena susunan kalimatnya tidak beraturan, Singkatnya banyak menceritakan kegiatan-kegiatan dari nenek moyang mereka di sejak dulu kala.
Sedangkan Tetendere irama pukulannya cepat sebagai tanda kebahagiaan tanpa nyanyian dengan menggunakan stick atau kayu khusus yg dibuatnya untuk memukul tambur yaitu pada waktu malam menjelang pagi sebagai penutup dari Mbata. Selesai melakukan tetendere ini tidak boleh lagi melakukan pemukulan mbata, jika ada yg melakukannya harus diadakan pemtongan Ayam jantan atas kekhilafannya tadi. Kadang-kadang bisa mendatangkan malapetaka yang sangat besar bagi keluarganya ini menurut kepercayaan mereka dan hal ini benar-benar terjadi di lingkungan adat tersebut.
Di Kampung ini Tambur dibuat dari Kulit Kambing atau kulit Sapi yang sudah kering. Proses atau cara membuatnya membutuhkan waktu yg cukup lama, bisa 4-5 tahun menuggu kulit sapi atau kambing ini benar-benar kering sehingga menghasilkan tambur /gendang dengan suara yang nyaring di dengar.
Komentar :
Posting Komentar
Silakan anda berkomentar apa saja tentang kabupaten Ende yang tercinta...
KIta membangun bersama